Cara Mencintai Rasulullah Saw (Khutbah Jumat)
Inilah Islam | Sunday, October 6, 2013
Naskah Khutbah Jumat
Tema: Cara Mencintai
Rasulullah Saw
Ma'asyiral
Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah!
Kunci
kebahagiaan itu, kata Imam al-Ghazali dalam bukunya Kitabul Arbai'in fi
Ushuluddin, adalah mengikuti jejak Sunnah Rasulullah Saw dalam segala aspek
kehidupannya.
"Bila
Anda mengenakan celana," kata al-Ghazali, "kenakanlah sambil duduk, dan bila memakai sorban
kenakanlah sambil berdiri, bila memakai sandal mulailah dari yang kanan dan
bila melepasnya mulailah dari yang kiri. Demikian pula bila makan, hendaklah
dengan tangan kanan, dan bila memotong kuku, mulailah dari kuku telunjuk kanan
dan akhiri dengan memotong kuku ibu jarinya. Sedangkan kuku kaki, mulailah dari
kelingking kaki kanan dan ditutup dengan kelingking kaki kiri. Begitulah dalam
segala tindak tanduk Anda, usahakan berpedoman kepada Sunnah Rasul Saw."
Al-Ghazali
kemudian mencontohkan perilaku Muhammad bin Aslam, yang tidak mau memakan buah
semangka sampai akhir hayatnya. Pasalnya, ia tidak menemukan Sunnah Rasul Saw
bagaimana cara memakan buah tersebut. Al-Ghazali tampaknya hendak menunjukkan,
Sunnah Rasul itu tidak hanya menyangkut tatacara beribadah dan perilaku
"besar"-nya saja, tetapi juga meliputi hal-hal "sepele"
tadi. Artinya, hal sepele saja harus mengacu kepada Sunnah, apalagi hal besar
seperti shalat, shaum, berumahtangga, memimpin pemerintahan atau menata
kehidupan masyarakat, dan sebagainya.
Ma'asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah!
Mengikuti
Sunnah Rasul merupakan kewajiban setiap Muslim. Seorang Muslim yang benar-benar
keimanannya, pastilah menjadikan Sunnah Rasul sebagai pedoman dalam hidupnya.
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah!" demikian firman Allah SWT dalam
Q.S. al-Hasyr:7. Dalam ayat lain disebutkan, "Katakanlah (Muhammad), jika
kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu" (Q.S.
Ali Imran:31).
Membincang
Sunnah Rasul senantiasa aktual. Apalagi pada saat seperti sekarang, saat
seluruh umat Islam di dunia memperingati hari kelahiran (maulid) Rasulullah
Muhammad Saw, 12 Rabi'ul Awal, yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 6 Juli
1998 M. Maulid beliau hendaknya dijadikan momentum untuk mengkaji, kemudian
mengikuti, pribadi dan gaya hidup beliau.
Bagaimanapun,
setiap Muslim telah berikrar bahwa Muhammad itu utusan Allah, setelah mengakui
bahwa Allah itu satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Konsekuensi ikrar itu,
antara lain, kewajiban untuk mengikuti apa saja yang diperintahkannya dan
menjauhi semua larangannya. Selain itu, al-Quran menegaskan Muhammad Saw
sebagai suriteladan yang baik (uswatun hasanah) bagi umat manusia.
Kiranya,
layak jika setiap peringatan maulid Nabi dijadikan semacam perayaan
"Gerakan Cinta Rasul". Arahnya, pastilah ke perbaikan iman dan
peningkatan perilaku Islami, perilaku yang tidak saja mendatangkan kebahagiaan
hidup dunia-akhirat, tetapi juga dapat menciptakan suasana harmonis dalam
kehidupan sosial.
Ma'asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah!
Kecintaan
pada Rasulullah merupakan suatu keharusan yang tidak boleh diabaikan. Bahkan,
dalam sebuah haditsnya Rasul Saw menyatakan, "Tidak beriman salah seorang
dari kamu sehingga aku lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya, atau
seluruh manusia" (H.R. Bukhari).
Secara
ideal, kecintaan terhadap Rasulullah yang identik dengan kecintaan terhadap
agama Allah (Islam), merupakan bagian tak terpisahkan (inheren) dari kemusliman
seseorang. Cinta merupakan kekuatan pendorong bagi seseorang untuk siap
membela, melindungi, dan menuruti apa saja kemauan orang yang dicintai itu. Dan
"kekuatan cinta" dapat menghilangkan rasa takut, menimbulkan kekuatan
dahsyat, motivasi, dan kesiapan mengerahkan segala daya.
Ada
dua macam cinta Rasul. Yang pertama, athfiyah. Cinta Rasul bentuk ini bersifat
emosional, bergelora, dan penuh kehangatan yang melahirkan ghirah dan kesiapan
untuk membela atau melindungi. Aksi demonstrasi untuk mengecam dan mendakwa
seorang penghina Rasul, misalnya, merupakan
ekspresi cinta bentuk ini. Demikian pula memuji dan menyanjung pribadi
Rasul.
Yang
kedua, minhajiyah. Lebih dari sekadar athfiyah, cinta macam ini ditunjukkan
dalam bentuk perbuatan, yaitu menaati aturan-aturan Islam, menjalankan Sunah
Rasul, sekaligus menjadikan beliau sebagai qudwah (idola) dan uswah
(suriteladan).
Ma'asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah!
Seyogianya,
dalam diri setiap Muslim terdapat kombinasi kedua macam cinta Rasul tersebut.
Semoga peringatan maulid kali ini, menjadi momentum bagi kita untuk menanamkan
atau menumbuhkembangkan hal itu. Kaji dan kenali kembali pribadi Rasul dan
ajarannya, untuk kemudian dipahami dan diamalkan secara lebih baik. Barakallahu
li walakum.***
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Assalamualaikum wr.wb Mohon maaf saya mau tanya pernah saya mendengar ceramah salah satu ustad yg mengatakan bahwa maulid nabi itu bid'ah bagaimana menurut anda? Wasalam..
ReplyDelete