Salah Paham tentang Islam
Inilah Islam | Monday, January 14, 2013
BANYAK
pihak,
dalam hal ini kaum non-Muslim, mempersepsi Islam dan umat Islam sebagai ancaman
dan musuh yang harus diperangi. Persepsi demikian antara lain diindikasikan
oleh adanya istilah The Green Menace
(Bahaya Hijau)[1].
“Bahaya hijau” digunakan sebagai pengganti “bahaya merah” (komunisme Soviet)
yang telah “kalah” dalam Perang Dingin (the
Cold War)[2].
Ketika dunia memasuki
ambang milenium ketiga Masehi, banyak futuris dan pengamat melontarkan
pemikirannya tentang apa yang bakal terjadi pada masa mendatang, atau bagaimana
wajah dunia pada usianya menapaki keseribu tahun ketiga itu, dengan warna utama
benturan kepentingan yang kian keras antara Barat dan Islam.
Akbar S. Ahmed[3]
misalnya, mengatakan bahwa pada ambang milenium mendatang, dua peradaban global
tampaknya akan berhadapan dalam suatu konfrontasi kompleks di segala tingkat
aktivitas manusia. Peradaban yang satu berpangkal di negara-negara Muslim
(dunia Islam), sedangkan yang lain di dunia Barat (terutama Amerika Serikat dan
Eropa Barat). "Para pengamat telah
melihat konfrontasi ini sebagai suatu malapetaka dan menyebutnya perang suci
terakhir," tulis Ahmed.
Apa yang dikemukakan
antropolog Muslim asal Pakistan itu, tentu saja senada dengan atau mengingatkan
kita kepada tesis Samuel P. Huntington yang menghebohkan dan diekspos berbagai
media massa, yakni tentang "benturan peradaban" (clash of civilizations). Menurut pakar politik dari Harvard
University AS itu, pada masa depan akan terjadi konflik peradaban antara Barat
dan Islam yang beraliansi dengan Konfusianisme di Asia.
Persepsi Islam sebagai
ancaman utamanya bersumber dari kesalahpahaman (misunderstanding) Barat atau kalangan non-Muslim terhadap Islam.
Hal itu terjadi karena antara lain:
Pertama, masyarakat Barat umumnya
melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Mereka umumnya mempelajari dan
memahami Islam dari buku-buku para orientalis. Sedangkan para orientalis
mengkaji Islam bertujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam atau
menyelewengkan ajaran Islam, selain adanya motif politis yaitu untuk mengetahui
rahasia kekuatan umat Islam yang tidak lepas dari ambisi imperialis Barat untuk
menguasai atau meneruskan penjajahan terhadap dunia Islam[4].
Umumnya, ketika berbicara
tentang Islam, pandangan dan analisis para orientalis tidak objektif dan tidak fair, sudah bercampur dengan
subjektivisme dan kepentingan tertentu. Karenanya, pandangan mereka biased dan berat sebelah. Hasilnya
adalah kesalahpahaman terhadap Islam di dunia Barat. Citra Islam yang tampak di
mata orang-orang Barat adalah kekejaman, kekerasan, fanatisme, kebencian,
keterbelakangan, dan entah apa lagi.
Kedua, masyarakat Barat umumnya
mengetahui Islam lewat media massa yang menampilkan Islam tidak secara utuh.
Bahkan, Islam yang dikenalkan bukan “Islam kebanyakan” (Aliran Sunni) melainkan
Islam Aliran Syi'ah (berpusat di Iran) yang hanya dianut oleh 10% kaum Muslim
dunia. "Syi'ah menjadi perwakilan
Islam di media Barat," tulis Akbar S. Ahmed[5].
"Karena ketakutan media
Amerika," kata Ahmed, "citra
Iran menjadi citra Islam di seluruh dunia. Citra ini antara lain memperlihatkan
para mullah bermata kosong yang berteriak-teriak, atau kaum wanita dengan tubuh
tertutup dari kepala hingga ujung jari kaki, atau para pemuda memegang senapan
Kalashnikof.”
Jumlah umat Islam di
seluruh dunia diperkirakan lebih dari 1,16 miliar jiwa atau 23,2% dari penduduk
dunia (data Institute of Muslim Minority,
1990). Bersumberkan Islamic Horizons
edisi Juli-Agustus 1990, Steven Barboza[6]
mengungkapkan perkiraan jumlah populasi umat Islam sedunia tahun 2000 yang
mencapai sekitar 1,6 milyar atau 26,85% dari total populasi dunia, dengan
asumsi kecepatan pertumbuhan seperti sekarang.
Ketiga, menyamakan Islam dengan
perilaku individu umat Islam. Padahal, perilaku umat Islam belum tentu
mencerminkan ajaran Islam. Misalnya, ketika ada orang atau sekelompok orang
Islam yang melakukan kekerasan, cap "teroris" pun dilekatkan pada
Islam, tanpa mau tahu mengapa aksi kekerasan itu terjadi. Maka, populerlah
istilah "Terorisme Islam". Bagi Barat, Islam is genderang perang Khomeini dan Khadafi terhadap Amerika, agresi
Saddam terhadap Kuwait, pembunuhan Presiden Mesir Anwar Sadat oleh aktivis
pergerakan Islam, “bom bunuh diri” aktivis HAMAS Palestina, dan sebagainya.
Kesalahpahaman tersebut
diperparah lagi oleh gencarnya serangan propaganda Barat melalui berbagai media
massanya untuk memojokkan agama dan umat Islam (demonologi Islam)[7].
Dalam pengemasan berita tentang umat Islam, Barat kerap mengekspos cap-cap
seperti "fundamentalisme", "militanisme",
"ekstremisme", "radikalisme", dan bahkan
"terorisme" yang arahnya jelas: untuk mendiskreditkan Islam.
Untuk menghindari
kesalahpahaman terhadap Islam, maka sebaiknya kita menggunakan metode
mempelajari Islam sebagai berikut:
1.
Islam
dipelajari dari sumber aslinya, yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.
2.
Islam
dipelajari secara integral (menyeluruh) sebagai sistem pedoman hidup, tidak
secara parsial.
3.
Islam
dipelajari dari “kepustakaan” yang ditulis para ulama, cendekiawan Muslim
(zuama), dan sarjana-sarjana Islam sendiri.
[1]
Istilah ini --the Green Menace-- antara lain digunakan John L. Esposito dalam
tulisannya “Political Islam: Beyond the Green Menace” di Jurnal Current History, Januari 1994. Artikel
itu dialihbahasakan dan dibukukan dengan judul Bahaya Hijau: Kesalahpahaman Barat terhadap Islam (Penerbit Pustaka
Pelajar Yogyakarta, 1997).
[2]
Perang Dingin adalah kompetisi dan konforntasi antara negara-negara kapitalis
Barat pimpinan AS dan negara-negara komunis di Eropa Timur pimpinan Uni Soviet.
Ketika sejumlah negara anggota federasi Soviet pada akhir tahun 1980-an dan
awal 1990-an ramai-ramai melepaskan diri dan menjadi negara merdeka, imperium
Soviet berakhir dan kembali menjadi Rusia. Perang Dingin pun dianggap berakhir
dengan tanda utama runtuhnya Tembok Berlin dan bersatu kembalinya Jerman Barat
dan Jerman Timur.
[3]
Akbar S. Ahmed, Living Islam, Mizan,
Bandung, 1997, hlm. 19.
[4]
M. Syafi’i Anwar, “Media Massa Amerika: Catatan dan Refleksi Wartawan Muslimn”,
dalam Rusjdi Hamka dan Rafiq, Islam dan
Era Informasi, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1989, hlm. 161.
[5]
Akbar S. Ahmed, op. cit, hlm. 77.
[6]
Steven Barboza, Jihad Gaya Amerika,
Mizan Bandung, 1995, hlm. 43.
[7]
Tentang demonologi Islam secara lengkap, lih. Asep Syamsul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi
Kekuatan Islam, GIP Jakarta, 2000.
[8]
Drs. Nasruddin Razak, op.cit., hlm.
49-54.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Salah Paham tentang Islam
Post a Comment