Bersentuhan dengan Istri, Batal Wudhu?
Inilah Islam | Monday, August 10, 2015
Bagaimana kalau kita sudah berwudhu' (wudu'/wudlu') atau bersuci dari hadats kecil, lalu bersentuhan dengan istri sendiri, apakah batal wudhunya?
JAWAB: Para ulama berbeda pendapat tentang masalah hukum bersentuhan kulit antara lelaki dengan wanita ajnabi (asing) --termasuk istrinya- termasuk di antara pembatal wudhu atau bukan.
Ringkasnya, ada tiga pendapat:
1. Batal.
2. Tidak Batal.
3. Batal jika disertai syahwat.
Sumber perbedaan pendapat (khilafiyah) ini dikarenakan perbedaan penafsiran di kalangan ulama terhadap ayat yang berbunyi :
أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ
“Atau kalian menyentuh wanita” (QS. An-Nisa:43), tepatnya makna lafadz ‘al-lams’ (menyentuh).
1. Tidak Membatalkan Wudhu
Ulama yang menyatakan bersentuhan dengan istri (wanita) tidak membatalkan wudhu', menafsirkan lafadz “menyentuh wanita” (laa mastumun nisaa) dalam ayat tersebut adalah bahasa majasi (kiasan), yakni berarti jima’ (berhubungan badan).
Menurut mereka, yang membatalkan wudhu itu jika berhubungan badan. Kalau sekadar bersentuhan kulit, tidak membatalkan wudhu.
Istri Nabi Saw, Aisyah r.a., berkata, “Ketika Rasulullah Saw hendak menunaikan shalat, saya pernah duduk dihadapannya seperti jenazah, hingga apabila beliau hendak witir beliau menyentuh saya dengan kakinya.” (QS. An-Nasa-i).
“Pada suatu malam, saya (Aisyah) mendapati Rasulullah Saw tidak ada di tempat tidur. Lalu saya mencarinya dan saya memegang telapak kakinya dengan tangan saya pada waktu beliau berada di dalam masjid” (HR. Muslim).
Masih dari ‘Aisyah, beliau mengatakan, Nabi Saw pernah mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang perawi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah, “Bukankah yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa. (HR. Imam Ath Thobari).
"Tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat Nabi Saw yang berwudhu lagi hanya karena sekadar menyentuh istrinya" (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah).
2. Membatalkan Wudhu
Ulama yang berpendapat, bahwa menyentuh wanita --termasuk istri sendiri-- itu membatalkan wudhu’, menafsirkan kata “menyentuh” pada ayat di atas dengan makna dzahir-nya (tekstual), yakni menyentuh atau bersentuhan kulit dengan wanita/istri.
3. Batal Jika Disertai Syahwat
Batal wudhunya apabila menyentuh wanita dengan syahwat, dan tidak batal apabila tidak dengan syahwat.
Menurut Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, “Memang asal menyentuh tidak membatalkan wudhu, tetapi menyentuh dengan syahwat menyebabkan keluarnya air madhi dan mani, maka hukumnya membatalkan”.
Demikianlah bahasan ringkas seputar hukum apakah bersentuhan kulit dengan istri atau wanita membatalkan wudhu atau tidak. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
JAWAB: Para ulama berbeda pendapat tentang masalah hukum bersentuhan kulit antara lelaki dengan wanita ajnabi (asing) --termasuk istrinya- termasuk di antara pembatal wudhu atau bukan.
Ringkasnya, ada tiga pendapat:
1. Batal.
2. Tidak Batal.
3. Batal jika disertai syahwat.
Sumber perbedaan pendapat (khilafiyah) ini dikarenakan perbedaan penafsiran di kalangan ulama terhadap ayat yang berbunyi :
أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ
“Atau kalian menyentuh wanita” (QS. An-Nisa:43), tepatnya makna lafadz ‘al-lams’ (menyentuh).
1. Tidak Membatalkan Wudhu
Ulama yang menyatakan bersentuhan dengan istri (wanita) tidak membatalkan wudhu', menafsirkan lafadz “menyentuh wanita” (laa mastumun nisaa) dalam ayat tersebut adalah bahasa majasi (kiasan), yakni berarti jima’ (berhubungan badan).
Menurut mereka, yang membatalkan wudhu itu jika berhubungan badan. Kalau sekadar bersentuhan kulit, tidak membatalkan wudhu.
Istri Nabi Saw, Aisyah r.a., berkata, “Ketika Rasulullah Saw hendak menunaikan shalat, saya pernah duduk dihadapannya seperti jenazah, hingga apabila beliau hendak witir beliau menyentuh saya dengan kakinya.” (QS. An-Nasa-i).
“Pada suatu malam, saya (Aisyah) mendapati Rasulullah Saw tidak ada di tempat tidur. Lalu saya mencarinya dan saya memegang telapak kakinya dengan tangan saya pada waktu beliau berada di dalam masjid” (HR. Muslim).
Masih dari ‘Aisyah, beliau mengatakan, Nabi Saw pernah mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang perawi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah, “Bukankah yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa. (HR. Imam Ath Thobari).
"Tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat Nabi Saw yang berwudhu lagi hanya karena sekadar menyentuh istrinya" (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah).
2. Membatalkan Wudhu
Ulama yang berpendapat, bahwa menyentuh wanita --termasuk istri sendiri-- itu membatalkan wudhu’, menafsirkan kata “menyentuh” pada ayat di atas dengan makna dzahir-nya (tekstual), yakni menyentuh atau bersentuhan kulit dengan wanita/istri.
3. Batal Jika Disertai Syahwat
Batal wudhunya apabila menyentuh wanita dengan syahwat, dan tidak batal apabila tidak dengan syahwat.
Menurut Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, “Memang asal menyentuh tidak membatalkan wudhu, tetapi menyentuh dengan syahwat menyebabkan keluarnya air madhi dan mani, maka hukumnya membatalkan”.
Demikianlah bahasan ringkas seputar hukum apakah bersentuhan kulit dengan istri atau wanita membatalkan wudhu atau tidak. Wallahu a’lam bish-shawabi.*
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Bersentuhan dengan Istri, Batal Wudhu?
Post a Comment