Cara Memelihara Iman
Inilah Islam | Sunday, October 20, 2013
SALAH seorang sekretaris Rasulullah Saw, Handzalah, bercerita. Abu Bakar pernah menemuinya dan bertanya, “Bagaimana dengan kamu, wahai Handzalah?”. Handzalah menjawab, “Handzalah telah munafik!”.
Abu Bakar merasa kaget dengan “pengakuan” Handzalah itu. “Subhanallah! Apa yang kau katakan tadi?” Handzalah menjelaskan, “Kami berada di sisi Rasulullah yang sedang mengingatkan kami tentang surga dan neraka, seolah keduanya terlintas di depan mata, akan tetapi setelah kami keluar dari sisi beliau dan kembali kepada anak, istri, serta berbagai masalah, kami banyak melupakannya”.
“Demi Allah,” timpal Abu Bakar. “Sesungguhnya kita menemui kasus seperti itu”. Kedua sahabat itu lalu menemui Rasulullah dan mengatakan Handzalah telah munafik. “Apa maksudmu?” tanya Rasulullah. Handzalah menjawab seperti yang dikemukakannya kepada Abu Bakar.
KISAH yang diceritakan Abu Rib’i Handzalah bin Ar-Rabi Al-Usaidi dan diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih Muslim itu mengandung pesan mendalam bagi kita, sekaligus menggambarkan kondisi sebagian umat Islam masa kini.
Hendaknya kita memelihara iman dengan selalu mengingat kehidupan akhirat. Terus berdzikir dan beramal saleh, di mana pun kita berada. Handzalah mengingat kehidupan akhirat ketika mengikuti “pengajian” dengan Rasulullah. Namun ketika di luar itu, ia banyak melupakannya, sehingga ia menyesali diri dan menyebut dirinya munafik.
Handzalah seakan mengingatkan kita, saat ini banyak di antara kita mengingat akhirat, siksa dan pahala, hanya ketika kita mengikuti pengajian, ceramah agama, khotbah jumat, atau membaca buku-buku tentang itu. Di luar itu, ketika kita sibuk mencari nafkah, berada di luar majelis taklim atau jauh dari masjid, kita banyak melupakan akhirat. Akibatnya, perbuatan kita banyak melanggar aturan Allah dan sibuk mencari kesenangan duniawi dengan melupakan bekal untuk akhirat.
“Kita telah munafik!” itu mesti kita akui, jika kita hanya mengingat Allah ketika di masjid atau majelis taklim, dan di luar itu kita banyak melupakan-Nya.
Dapat dibayangkan, bagaimana parahnya kondisi keimanan kita, jika kita jarang atau tidak pernah mengikuti pengajian, tidak menghadiri majelis taklim, tidak mau mendengarkan ceramah, tidak suka baca Quran, dan hanya sibuk dengan urusan dunia?
Apa jadinya iman kita jika tidak disirami dengan cahaya kebenaran Islam, lewat seruan para da’i, mubalig, atau bacaan Islami? Apa jadinya iman kita jika yang kita dengar, lihat, baca, dan rasa hanya musik, bacaan, dan hal-hal yang melalaikan kita dari Allah Swt? Wallahu a’lam. (www.inilahrisalahislam.blogspot.com).***
Abu Bakar merasa kaget dengan “pengakuan” Handzalah itu. “Subhanallah! Apa yang kau katakan tadi?” Handzalah menjelaskan, “Kami berada di sisi Rasulullah yang sedang mengingatkan kami tentang surga dan neraka, seolah keduanya terlintas di depan mata, akan tetapi setelah kami keluar dari sisi beliau dan kembali kepada anak, istri, serta berbagai masalah, kami banyak melupakannya”.
“Demi Allah,” timpal Abu Bakar. “Sesungguhnya kita menemui kasus seperti itu”. Kedua sahabat itu lalu menemui Rasulullah dan mengatakan Handzalah telah munafik. “Apa maksudmu?” tanya Rasulullah. Handzalah menjawab seperti yang dikemukakannya kepada Abu Bakar.
KISAH yang diceritakan Abu Rib’i Handzalah bin Ar-Rabi Al-Usaidi dan diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih Muslim itu mengandung pesan mendalam bagi kita, sekaligus menggambarkan kondisi sebagian umat Islam masa kini.
Hendaknya kita memelihara iman dengan selalu mengingat kehidupan akhirat. Terus berdzikir dan beramal saleh, di mana pun kita berada. Handzalah mengingat kehidupan akhirat ketika mengikuti “pengajian” dengan Rasulullah. Namun ketika di luar itu, ia banyak melupakannya, sehingga ia menyesali diri dan menyebut dirinya munafik.
Handzalah seakan mengingatkan kita, saat ini banyak di antara kita mengingat akhirat, siksa dan pahala, hanya ketika kita mengikuti pengajian, ceramah agama, khotbah jumat, atau membaca buku-buku tentang itu. Di luar itu, ketika kita sibuk mencari nafkah, berada di luar majelis taklim atau jauh dari masjid, kita banyak melupakan akhirat. Akibatnya, perbuatan kita banyak melanggar aturan Allah dan sibuk mencari kesenangan duniawi dengan melupakan bekal untuk akhirat.
“Kita telah munafik!” itu mesti kita akui, jika kita hanya mengingat Allah ketika di masjid atau majelis taklim, dan di luar itu kita banyak melupakan-Nya.
Dapat dibayangkan, bagaimana parahnya kondisi keimanan kita, jika kita jarang atau tidak pernah mengikuti pengajian, tidak menghadiri majelis taklim, tidak mau mendengarkan ceramah, tidak suka baca Quran, dan hanya sibuk dengan urusan dunia?
Apa jadinya iman kita jika tidak disirami dengan cahaya kebenaran Islam, lewat seruan para da’i, mubalig, atau bacaan Islami? Apa jadinya iman kita jika yang kita dengar, lihat, baca, dan rasa hanya musik, bacaan, dan hal-hal yang melalaikan kita dari Allah Swt? Wallahu a’lam. (www.inilahrisalahislam.blogspot.com).***
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Cara Memelihara Iman
Post a Comment