Monday, January 14, 2013

Karakteristik Islam (6): Agama Dakwah

Inilah Islam | Monday, January 14, 2013

Islam adalah agama dakwah, harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Umat Islam bukan saja berkewajiban melaksanakan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya, melainkan juga harus menyampaikan (tabligh) atau mendakwahkan kebenaran Islam terhadap orang lain. Para pemeluk Islam telah digelari Allah sebagai umat pilihan, sebaik-baik umat (khairu ummah) yang bertugas berdakwah, yaitu mengajak kebaikan dan mencegah kemunkaran (Q.S. 3:110).
Jadi, aktivitas dakwah harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim.
"Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik..." (Q.S. an-Nahl:125).
Dapat dikatakan, setiap Muslim adalah da'i (juru dakwah). K.H.M. Isa Anshary[1] menyebutkan, Islam adalah agama dakwah. Menjadi seorang Muslim otomatis menjadi juru dakwah, menjadi mubalig, bila dan di mana saja, di segala bidang dan ruang. "Kedudukan kuadrat yang diberikan Islam kepada pemeluknya," tulis Isa Anshary, "ialah menjadi seorang Muslim merangkap menjadi juru dakwah atau mubalig." Nabi Saw bersabda,
“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat dan engkau boleh menceritakan berita walaupun dari dan tentang Bani Israil, tidak ada halangannya”
“Katakanlah kebenaran itu walaupun rasanya pahit/berat” (H.R. Ibnu Hibban).
"Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran (kemaksiatan), maka cegahlah hal itu dengan tangannya (kekuasaan); jika tidak mampu, cegahlah dengan lisannya (ucapan); jika (masih) tidak mampu, maka cegahlah dengan hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman" (H.R. Muslim).
Setiap Muslim tentunya harus merasa terpanggil untuk melakukan perubahan (dakwah). Hal ini, seperti dikemukakan Dr. Yusuf Qardhawi[2], karena hadits tentang mengubah kemunkaran di atas menjadikan pengubahan sebagai kewajiban yang dibebankan kepada siapa saja yang melihat kemunkaran.
Dr. Fuad Amsyari[3] mengatakan, dakwah adalah kewajiban pokok umat Islam yang lingkupnya amat luas dan sering diabaikan umat. Setiap Muslim harus memiliki peran dakwah, yakni menyebarkan kebenaran Islam. Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah ayat Allah (nilai kebenaran Islam) itu walau kamu baru mengetahui satu saja (amat sedikit)". Perintah melakukan ‘amar ma’ruf nahyi munkar atau menyebarluaskan kebajikan dan menangkal kemunkaran/kemaksiatan sudah merupakan dalil baku Islam.
Dakwah memiliki dimensi yang luas. Fuad mengemukakan ada empat aktivitas utama dakwah, yakni :
1.      Mengingatkan orang akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dengan lisan,
2.      Mengkomunikasikan prinsip-prinsip Islam melalui karya tulisnya,
3.      Memberi contoh keteladanan akan perilaku/akhlak yang baik, dan
4.      Bertindak tegas dengan kemampuan fisik, harta, dan jiwanya dalam menegakkan prinsip-prinsip Ilahi.
Tentang cara atau teknis berdakwah, Allah SWT dan Nabi Saw memberikan tuntunan (kaifiyah da’wah), sebagaiman dinyatakan dalam Q.S. an-Nahl:125 dan hadits tentang mengubah kemunkaran di atas.
Menurut Syaikh Muhammad Abduh[4], ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam garis besarnya, umat yang dihadapi seorang da'i dapat dibagi atas tiga golongan, yang masing-masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai hadits:
"Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka" (H.R. Muslim).
1.      Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan mereka.
2.      Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau'idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
3.      Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.
Panduan dakwah juga datang dari Nabi Saw lewat sabdanya tersebut di atas tentang mengubah kemunkaran (H.R. Muslim). Menurut Dr. Kuntowijoyo[5], hadits tersebut merupakan strategi perubahan sosial-politik. Pada kenyataannya, selama ini terdapat tiga macam strategi yang diterapkan oleh umat Islam yang rujukannya hadits di atas: struktural, kultural, dan mobilitas sosial. Tangan, lidah, dan hati masing-masing menunjuk ke struktur, kultur, dan mobilitas sosial. Mengubah dengan tangan berarti perubahan struktural. Mengubah dengan lidah berarti perubahan kultural. Mengubah dengan hati berarti perubahan sosial, tanpa usaha tertentu hanya menunggu waktu.
Rumus strategi struktural ialah pemberdayaan (empowerment) masyarakat, melalui tahapan memunculkan kesadaran kritis dan solidaritas sosial di mana kelompok kritis bersatu dalam sebuah gerakan dan menularkan kesadaran itu pada masyarakat. Strategi yang menonjolkan syari'ah ini mementingkan perubahan perilaku kolektif dan struktur politik.
Strategi kultural menekankan perubahan perilaku individual dan cara berpikir mementingkan perubahan di dalam. Strategi ini menonjolkan hikmah di mana berlaku rumusan umum mengenai dakwah (kaifiyat dakwah seperti tercantum dalam Q.S. An-Nahl:125). Cara yang baik berarti cara-cara kultural, sama sekali tidak menggunakan pendekatan kekuasaan, paksaan, dan kekerasan.
Mengenai strategi mobilitas sosial, Kunto merujuk kepada kelahiran SI dan ICMI karena adanya perubahan struktur sosial kelahiran golongan terpelajar dan pedagang sebagai kelas menengah baru di kota-kota. Sepanjang abad ke-9 mereka melawan kolonialisme hanya "melawan dengan hati". Ketika "Islam Politik" dikucilkan sepanjang 970-1990, mereka juga hanya mampu "mengubah dengan hati". Wallahu a'lam.n


[1] KHM Isa Anshary, Mujahid Dakwah, 1984
[2] Dr. Yusuf Al-Qorodhowy, Fiqih Daulah, GIP Jakarta.
[3] Dr. Fuad Amsyari, Masa Depan Umat Islam, Al-Bayan Bandung, 1993.
[4] Sebagaimana dikutip M. Natsir dalam Fiqhud Da’wah, CV Ramadhani Solo, November 1987, hlm. 162.
[5] Dr. Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Mizan Bandung, 1997.
Previous
« Prev Post

No comments on Karakteristik Islam (6): Agama Dakwah

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *